IQOMATUDDIEN
Wahai diri jika kau tidak mati diatas medan juang, niscaya kau juga akan mati walo bersantai diatas ranjang.
Senin, 01 Maret 2010
Minggu, 28 Februari 2010
Jalan Perjuangan Iqomatuddien 'Ala Manhaj Ahlu Sunnah Wal Jama'ah
I. Muqoddimah
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Dia benar-benar akan mengukuhkan agama mereka yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan sungguh akan menggantikan keadaan mereka, setelah sebelumnya dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Aku.” (Annur:55).
Inilah janji Allah ta’ala untuk memberikan pertolongan kejayaan dan mengukuhkan posisi ummat Islam. Janji ini terbayang dalam fikiran, sebagai sinar harapan yang berkilat menerangi jalan dalam kegelapan pekat yang menyelimuti ummat ini. Kekholifahannya telah membentang mengayomi dan memimpin sebagian besar negara didunia dengan Kitab Allah Ta’ala.
Namun kemuliyaan dan kejayaan Islam telah berubah menjadi fitnah dan kehinaan, seiring terkoyak dan runtuhnya khilafah Islamiyah.
Sebagai generasi pemuda Islam, mengembalikan kejayaan dan kemuliaan adalah sebuah amanah yang harus diwujudkan, tentunya dengan mengikuti para salafus sholih didalam ber-iqomatuddin, janji Allah ta’ala akan terus berlaku.
II. Jalan Perjuangan
Merupakan sebagian keagungan dan kelengkapan ajaran Islam , bahwa ia mempunyai banyak cara untuk berinteraksi dengan realitas. Cara-cara tersebut sebagai metode perubahan, dimulai dengan dakwah secara halus yang mencakup: cara lemah lembut, nasehat yang baik dan menghadapi perlakuan buruk dengan sikap yang baik, sampai kepada cara pemukulan dengan mata pedang, tusukan tombak, tembakan panah dan peperangan besar diatas bumi.
Memulai iqomatuddin akan menjumpai berbagai tabiat perangai manusia. Orang yang sepakat dengan arah perjuangan yang digariskan, maka kepadanya diikat dalam satu jama’ah untuk beramal bersama-sama. Adapun kelompok yang tidak paham Islam, sempit pemahaman syari’at dien-nya, kewajiban yang ditunaikan adalah menyampaikan dakwah. Begitu juga terhadap orang yang meninggalkan perbuatan baik atau melakukan perbuatan munkar, maka saat itu amar ma’ruf nahi munkar menjadi sebuah kewajiban, dalam upaya menolak atau menghentikannya. Dan ketika berjumpa dengan orang-orang yang menentang serta memusuhi, maka jihad adalah jalan yang ditempuh untuk menghadapi mereka.
Dakwah, hisbah dan jihad mempunyai ilmu, bidang kerja dan batasan-batasannya yang khas. Masing-masing mempunyai latar belakang kondisi yang menyebabkannya harus dilaksanakan yang tidak akan cocok dihadapi dengan cara lain.
Sebagai putera-putera gerakan Islam, harus mengerti benar apa yang menjadi tanggung jawab didalam iqomatudin. Mempersiapkan diri menjadi juru dakwah diwaktu berdakwah, berbekal ilmu, hikmah (kebijaksanaan), penjelasan yang baik, kekuatan argumentasi, kecerdasan, pengetahuan tentang nafsu dan kecenderungannya serta penyakit-penyakit hati dan obatnya.
Mempersiapkan diri menjadi muhtasib (pelaksana amar ma’ruf nahi munkar) dengan bekal ilmu, shobar, keteguhan, kekuatan kemauan, serta keberanian dalam kebenaran. Mempersiapkan diri menjadi mujahid, dengan bekal kuatnya keberanian, sikap pantang mundur, pengorbanan, kecakapan, latihan, kesiagaan dan pengetahuan.
Apabila dakwah, hisbah dan jihad sebagai metode perubahan, maka harus menolak dan membuang metode jahiliyyah yang tidak diridhoi oleh pemberi syari’at azza wa jalla.
A. Dakwah
Dalam kurun waktu 23 tahun dakwah menjadi sumbu kehidupan Rasulullah, beliau selalu sibuk menyeru penduduk Mekah, kafilah haji dan pergi seorang diri ke Thaif untuk mendakwahkan Islam. Rasulullah mengunjungi majelis-majelis kaum Anshar untuk mengajar, mendidik, mengasuh serta mengirim para juru dakwah ke seluruh Jazirah Arab. Maka, seluruh Jazirah Arab masuk kepangkuan Islam.
Hai Nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (Al Ahzaab: 45-46)
Rasulullah telah menghadap Rabb-nya, setelah menyampaikan tugas kerasulan, menunaikan amanat dan menasehati umat. Sesungguhnya kita menjadi saksi atas hal itu, amanat dan kewajiban berdakwah menjadi tugas dalam seluruh aktifitas kehidupan kita.
Tetap berdakwah meskipun diganggu, dipersulit bahkan ancaman pembunuhan. Hal ini tidak menjadi penghalang sebagaimana Rasulullah selalu berdakwah untuk agama dan Rabb-nya. Berpaling dari kewajiban dakwah berarti berpaling dari Allah dan Rasul-Nya, serta merupakan tindakan berlepas diri dari tanggung jawab yang dibebankan diatas pundak kita. Karena para ulama menjelaskan bahwa dakwah kepada Allah ta’ala adalah fardhu kifayah.
Kejahiliyahan telah berhasil merumuskan prinsip, teori, doktrin, syiar, simbol, figur dan budaya-budayanya. Ia telah sukses mewujudkan kekuasaan dan memperkokoh cengkeramannya atas seluruh masyarakat yang ada didunia. Ia telah berhasil menjadikan kaum muslimin tunduk kepadanya, menyerukan paham dan sistemnya, menyerap adat-istiadat dan tradisinya. Propaganda-propaganda kotor melalui rumah, lembaga, sekolah, jalanan, kantor, parlemen, pengadilan serta media massa, telah berhasil mancabut manusia dari fitrohnya untuk dilemparkan di lembah kekafiran dan kemunafikan, atau bid’ah dan kefasikan. Kecuali orang-orang yang dirahmati Allah ta’ala.
Disinilah peranan penting dakwah Islamiyah untuk menghadapai propaganda-propaganda kotor, membentengi umat manusia agar tidak tergelincir mengikuti kejahiliyahan. Mengungkap kepalsuan seluruh propaganda batil untuk disampaikan agama ini secara sempurna. Tugas dakwah Islam untuk mengajar orang bodoh agar mengerti, memperingatkan orang lemah agar sadar, menasehati orang sombong agar tunduk, memberi petunjuk orang kafir agar beriman, orang musyrik kepada tauhid, ahli bid’ah kepada sunnah, pelaku maksiaat agar taat, dan menegakkan alasan terhadap orang yang enggan menerima kebenaran.
Sudah menjadi sunnatullah didalam mengemban risalah dakwah diperlukan pengorbanan; pengorbanan waktu, pikiran, tenaga, harta, bahkan darah sekalipun. Karena jalan menuju hidayah akan selalu ada ujian dan rintangan. Para juru dakwah harus rela jika ujian tersebut menimpa keduniaannya berupa gangguan dan pembunuhan, karena jika tidak begitu, tentulah ujian tersebut menimpa agamanya. Para juru dakwah harus memilih antara mengorbankan keduniaan ataukah mengorbankan agamanya. Namun ujian itu sering terjadi datang dari diri seorang da’i itu sendiri, dengan tidak berdisiplin pada moralitas juru dakwah mengakibatkan kegagalan dan buyarnya orang-orang disekitar mereka lantaran benci dengan moralitas, dan adanya ketidak sesuaian antara perkataan dan perbuatan dari da’i.
Sungguh mulia orang yang bisa istiqomah menapaki jalan dakwah, karena ia telah melanjutkan tugas yang diemban Rasulullah. Berdakwah dengan melaksanakan konsekuensi dan tuntutan untuk senantiasa meneladani akhlak Rasulullah dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh beliau. Seperti, dalam hal keikhlasan, keseriusan, kelemahlembutan, kasih-sayang kepada mad’u, hasrat memberikan petunjuk kepada orang lain, pemaaf tidak pernah balas dendam demi kepentingan sendiri, zuhud, hati-ahti didalam syubhat dan meragukan, keberaniaan menyampaikan kebenaran, kerendahan hati, santun, pemurah, ramah dan kelembutan serta keteguhan dalam melanjutkan dakwah tanpa kenal putus asa.
B. Amar Ma’ruf Nahyi Munkar
Allah ta’ala menjadikan amar ma’ruf nahyi munkar sebagai pembeda antara orang-orang yang mukmin dan munafik, lalu menunjukan ciri khas sifat orang mukmin adalah amar ma’ruf nahyi munkar, dan untuk itulah Allah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Karakteristik umat Islam sebagai umat terbaik dan beruntung apabila menegakan amar makruf nahyi munkar.
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran: 110)
An-Nawawi berkata : Masalah amar ma’ruf nahyi munkar telah disia-siakan sejak lama, padahal ia adalah masalah besar yang menjadi landasan tegaknya berbagai urusan. Maka, pemburu akherat dan pejuang yang ingin mencapai ridha Allah ta’ala hendaklah memperhatikan masalah ini, karena sebenarnya manfaatnya sangat besar, apalagi kini sebagian besar darinya telah hilang. Hendaklah ia mengikhlaskan niat dan jangan sekali-kali takut kepada orang-orang yang menentangnya, karena ketinggian kedudukannya.
Amar ma’ruf nahyi munkar disebut juga dengan hisbah, para fuqoha mendefinisikannya sebagai berikut “ Memerintahkan kebaikan yang nyata-nyata ditinggalkan dan melarang kemunkaran ketika nyata-nyata dikerjakan. Firman Allah ta’ala, Al Imran : 104
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.(Riwayat Muslim)
An Nawawi berkata: “Dan dia adalah pintu besar yang dengannya akan tegak segala urusan dan para pengelolanya. Apabila perbuatan jahat merajalela, siksanya akan menimpa orang sholih maupun jahat. Apabila mereka tidak mencegah orang dzalim, Allah ta’ala segera menimpakan siksa-Nya secara merata kepada mereka.
Ibnu Taimiyah berkata : Amar ma’ruf nahyi munkar adalah suatu kewajiban bagi orang Islam yang mampu. Ia sendiri adalah fardhu kifayah dan menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang mampu.
Rukun Hisbah
1. Muhtasib, adalah orang yang menyuruh berbuat baik dan melarang perbuatan munkar, baik ia mendapatkan izin dari imam atau tidak. Syarat seorang muhtasib adalah Islam, mukalaf dan mampu.
Kewajiban hisbah akan mudah dilaksanakan ketika ada seorang imam muslim dengan menyerahkan wewenang kepada ahlinya. Adapun ketika para penguasa telah murtad dengan mengganti syari’at Islam, maka pada dasarnya mereka tidak memiliki wewenang untuk menunjuk seseorang. Menurut ijma’, adalah wajib untuk menentang dan menurunkan mereka dari jabatan kepemimpinan.
Jika pada masa kekosongan seorang imam yang muslim dan ada beberapa kelompok manusia yang mempunyai keberanian yang berusaha menutup jalan bagi orang-orang yang berbuat kerusakan dimuka bumi, maka tindakan itu merupakan salah satu bentuk terpenting dari amar ma’ruf nahyi munkar.
Adab bagi muhtasib; keikhlasan, pengetahuan tentang situasi, batas-batas, kendala-kendala hisbah, sabar, santun, lemah-lembut, menghilangkan tendensi-tendensi tertentu, dan memperkecil ambisi terhadap orang lain. Muhtasib juga harus menghiasi diri dengan perbuatan ma’ruf serta menjauhkan diri dari perbuatan munkar, karena hal itu meskipun bukan merupakan syarat tetapi memperbesar pengaruh dan lebih menunjang keberhasilan.
2. Muhtasab ‘Alaihi, adalah setiap orang yang melakukan perbuatan apa saja yang boleh atau wajib dikenai tindakan ihtisab (hisbah).
3. Muhtasab Fih, yaitu setiap perbuatan munkar, yang disepakati hukumnya, ada ketika itu, terlihat jelas bagi muhtasib tanpa penyelidikan.
4. Ihtisab, adalah menyuruh kebaikan dan melarang keburukan. Mengingkari perbuatan munkar dengan hati hukumnya wajib atas setiap orang baik yang berkemampuan ataupun tidak, dan jika ditinggalkan maka hal itu merupakan alamat hilangnya iman dari dalam hati. Barangsiapa tidak dapat menyingkirkan kemunkaran hendaklah ia menyingkir darinya.
Tingkatan-tingkatan perubahan ketika seseorang mampu melaksanakannya;
1. Memberi pengertian, karena pelaku kemunkaran adalah orang bodoh dan tidak mengerti bahwa yang dikerjakan itu munkar, maka wajib baginya untuk diberi pengertian dengan lemah-lembut.
2. Memberi nasehat dan mengingatkan kepada Allah, mempertakutinya dengan siksa dan kepedihan balasan-Nya, serta membangkitkan harapannya kepada pahala-Nya.
3. Mencela dan mengecam dengan ucapan keras, tetapi tidak melampaui batas dan berlebihan.
4. Merubah dengan kekuatan tangan, seperti; menumpahkan khamr. Tidak halal merusak apa yang tidak boleh dirusak.
5. Ancaman dan intimidasi.
6. Pukulan langsung dengan tangan, kaki dan semisalnya, sebatas pada kadar yang dapat menghentikannya.
7. Ketetapan para fukaha, bahwa apabila perubahan kemunkaran itu menyebabkan timbulnya kemunkaran yang lebih besar atau lenyapnya kebaikan yang lebih tinggi, maka tidak dibenarkan merubahnya. Yang menjadi ukuran kabaikan dan kerusakan ditetapkan berdasarkan parameter syari’at, bukan hawa nafsu.
An nawawi berkata: “ Amar ma’ruf nahi munkar bukan merupakan wewenang khusus para pemegang kekuasaan, tetapi boleh dilakukan oleh salah seorang dari kaum muslimin”.
Wewenang muhtasib bersumber dari perintah-perintah pemberi syari’ah untuk melakukan hisbah, dan perintah-perintah ini bersifat mutlak kepada setiap muslim tanpa ikatan syarat, meskipun kadang-kadang dikatakan bahwa wewenang yang dimiliki seorang muhtasib yang diangkat oleh imam itu lebih sempurna dan lebih luas.
Hisbah merupakan salah satu kewajiban pergerakan Islam, para aktivis tidak boleh berlepas dari kewajiban ini, dalam keadaan apapun. Jika mereka berlepas diri dari kewajiban ini, tentu dakwahnya akan terkubur dan kemunkaran akan merajalela. Gerakan mereka pasti lenyap dan karakteristik perjuangan mereka pasti punah.
C. Jihad Fie Sabilillah
Jihad membimbing orang beriman didunia untuk keluar dari lembah kekerdilan ke puncak kejayaan, dari kehinaan kepada kemuliaan, dan dari kekalahan kepada kemenangan dengan izin Allah ta’ala. Kemudian jihad membimbing mereka diakherat menuju jannah.
Dengan jihad generasi pertama mendapatkan kemuliaan dari Allah ta’ala, namun saat ini kaum muslimin berada dalam jurang kehinaan dan kenistaan, disebabkan enggan menegakan kewajiban jihad.
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِيْنِكُمْ
“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah dan mengambil ekor-ekor sapi, kalian senang dengan sawah-sawah dan kalian meninggalkan jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka Allah akan mencampakkan pada kalian kehinaan. Dia tidak akan melepaskan dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” Abu Dawud Al-Baihaqi dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dlm Shahih Al-Jami’ no. 423}
Setelah turun perintah jihad, orang-orang kafir terbagi menjadi tiga golongan: Golongan yang membuat perjanjian dan perdamaian, golongan yang memerangi dan golongan yang dalam perlindungan. Rasulullah diperintah agar menyempurnakan perjanjian dan perdamaian dengan orang kafir, selama mereka masih konsisten dengan perjanjian. Tetapi apabila terjadi pengkhianatan dengan merusak perjanjian maka harus diperangi.
Ketika surat al bara’ah turun, ia menjelaskan hukum ketiga golongan ini, Rasulullah diperintahkan untuk memerangi musuh dari kalangan ahli kitab sehingga mereka membayar jizyah atau masuk Islam. Dan berjihad serta bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan munafik.
Setelah turun surat al bara’ah orang kafir menjadi 3 golongan: satu golongan memerangi rasulullah, satu golongan mempunyai ikatan perjanjian dan satu golongan lagi dalam perlindungan. Kemudian golongan yang mengadakan perdamaian dan perjanjian itu masuk Islam, maka tinggal ada 2 golongan, yaitu golongan yang memerangi rasul dan golongan yang dalam perlindungan.
Sesungguhnya Islam datang untuk memasukan seluruh manusia kedalam syari’at Allah dan menghapus segala bentuk kemusyrikan, sehingga hanya Allah yang berhak diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya.
Kemudian Allah menurunkan surat At taubah yang menjelaskan hukum-hukum jihad yang baku, berlaku sampai hari kiamat. Perintah jihad untuk memerangi seluruh kaum musyrikin, jihad dilaksanakan untuk menyebarkan agama Allah serta untuk meninggikan kalimat dan syari’at-Nya.
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan. (Al Anfaal: 39)
Bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan “bahwa kewajiban jihad tidak boleh dilaksanakan kecuali bersama seorang imam yang kuat, adapun setelah kita kehilangan imam, maka tidak ada jihad karenanya.
Ibnu Qudamah berkata:
Tidak adanya imam, tidak bisa menjadi alasan penangguhan jihad, karena kemashlahatan jihad akan hilang dengan mengakhirkan pelaksanaannya….
Ibnu Taimiyah berkata:
Setiap orang yang memimpin pelaksanaan jihad untuk memerangi orang-orang kafir dan menghukum orang-orang jahat, maka perintah didalamnya yang selaras dengan ketaatan kepada Allah wajib diikuti.
Jihad adalah perintah yang diwajibkan oleh syara’ serta didektekan kepada kita oleh adanya banyak kewajiban yang tidak dapat dilaksanakan pada zaman ini kecuali dengan jihad.
1. Ijma’ menyimpulkan atas kewajiban menggulingkan penguasa kafir yang telah mengganti syari’at dengan hukum jahiliyah buatan manusia.
2. Kewajiban memerangi kelompok apapun yang memiliki kekuatan militer dan menolak satu bagian atau sebagian besar dari syari’at Islam, sampai ia mengikutinya.
3. Kewajiban mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslimin.
4. Kewajiban membebaskan tawanan-tawanan muslim.
Sejarah benar-benar menjadi saksi bahwa setiap kali kaum muslimin menghentikan bala tentara untuk melakukan penaklukan, baik karena lemah atau karena enggan. Maka pada saat itu pula kejahiliyahan dengan bala tentaranya memukul mundur dan memasuki negeri-negeri kaum muslimin.
D. Melalui Jama’ah
Dakwah, hisbah dan jihad akan sulit dilaksanakan apabila dilakukan secara individual. Syari’at memerintahkan untuk berjama’ah diatas al haq.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran: 103)
Al Qurtubi mensitir perkataan ibnu mas’ud: Dan berpeganglah pada tali Allah seluruhnya dan janganlah berpecah belah, maksudnya adalah jama’ah, sesungguhnya Allah ta’ala memerintahkah persatuan dan melarang perpecahan. Karena perpecahan adalah kebinasaan sedangkan jama’ah adalah keselamatan..
Sesungguhnya jama’ah dan amal jama’i adalah terjemahan satu-satunya perintah Allah dan rasul-Nya untuk bersatu dan meniadakan perpecahan, untuk tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa, serta untuk berpegang teguh pada agama-Nya. Jama’ah merupakan gambaran yang benar dari perwalian dan loyalitas yang sempurna antara orang-orang yang beriman.
Meninggalkan amal jama’i, mengutamakan individualisme dan aksi sporadis, berarti melanggar perintah Allah dan rasul-Nya. Tindakan tersebut juga berarti meninggalkan kewajiban-kewajiban dan syari’at-syari’at agama ini. Serta akan menjerumuskan diri dalam perpecahan, meninggalkan persatuan, mengabaikan tolong menolong dalam perbuatan baik dan mengurangi tingkat perwalian kepada orang-orang beriman.
Kesalahan besar menghinggapi diri sebagian aktivis Islam dengan menempuh sikap Uzlah (menyendiri) dengan dalih untuk bisa berkonsentrasi melakukan sholat, dzikir, do’a dan meninggalkan tugas-tugas fardhu ‘ain. Lalu, siapakah yang akan mendakwahkan Islam kepada orang yang belum mengerti, menasehati orang sombong, merubah kemunkaran, memerintahkan perbuatan ma’ruf, mengadakan persiapan untuk berjihad melawan musuh, membebaskan bumi Islam yang terampas dan menegakan syari’at?
E. Dengan gerakan yang konsisten menjalankan syari’at yang hanif
Jama’ah yang bekerja untuk agama Allah wajib konsisten melaksanakan syari’at dalam segala urusannya. Sebab bencana telah menghambat perjalanan kebanyakan pergerakan, bahkan menghancurkannya, menyelewengkan dari kebenaran dan jalan lurus serta telah mencampakan sebagian darinya dalam pelukan kompromi kepada musuh, adalah tindakan melonggarkan diri dari norma-norma syari’at dan ketentuan-ketentuan yang digariskannya.
Sungguh syari’at Islam dengan hukum-hukum, perintah-perintah dan larangan-larangannya, secara global dan rinci adalah mampu untuk mendorong maju roda perjuangan Islam. Dengan syarat hendaklah para aktivis beserta gerakannya berdisiplin menjalankan syari’at dalam urusan terkecil sampai urusan terbesar.
Adapun apabila pergerakan justru diposisikan sebagai pengendali syari’at, sehingga ajaran syari’at yang disukai dibolehkan, sedangkan yang tidak disukai dicampakan, maka ini adalah hakekatnya kejahiliyahan buta yang baru dengan mengenakan baju agama.
Menjadi tugas ulama yang bertaqwa dan berjihad untuk dapat membimbing, memimpin pergerakan agar senantiasa berdisiplin dengan syari’at Islam.
F. Mengambil Pelajaran dari Pengalaman masa lalu
Sejarah adalah madrasah bagi setiap orang yang mau mengambil pelajaran. Islam selalu menyeru untuk memikirkan keadaan umat-umat terdahulu dan mengambil pelajaran dari apa yang menimpa mereka sebagai akibat kekafiran dan penentangan kepada Allah ta’ala.
Sejarah umat Islam dipenuhi dengan teladan dan pelita yang menerangi jalan dan menerangkan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang benar-benar beriman serta mengharapkan anugerah dan ridha Allah.
Perjalanan hidup Rasulullah menampilkan kehidupan ideal yang ingin diteladani oleh setiap muslim. Jihad bersama para shahabat yang mulia melawan kaum kafir untuk menegakan kalimatullah dan izzul islam. Kemudian, kekuatan-kekuatan kafir menyerang dan meruntuhkan kekhalifahan Islam pada tahun 1924 H.
Jama’ah muslim yang menuju sasaran perjuangan yang agung, haruslah mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman berbagai pergerakan Islam, sekarang dan yang telah lalu. Belajar, memungut kebaikan-kebaikan dan mengambil manfaat dari peninggalannya, selama sesuai dengan perintah-perintah syara’.
Jama’ah muslim juga harus mempelajari kesalahan dan keburukan berbagai pergerakan Islam, dan mengapa kemenangan tidak berpihak kepadanya? Bagaimana musuh dapat mengalahkannya?.
Diantara pergerakan-pergerakan Islam yang perlu dipelajari dan dikaji adalah: Gerakan wahabiyah di Jazirah Arab, Gerakan Sanusiyah di Libya, Gerakan Mahdiyah di Sudan, dan pergerakan-pergerakan lain yang menyerukan Islam sebagai akidah dan sistem hidup serta tegak memperjuangkannya. Demikian halnya gerakan Al Ikhwanul Muslimin, Revolusi Iran, Gerakan-gerakan Jihad di Philiphina, Afghanistan, Syiria, Mesir sampai Maroko.
Sesungguhnya musuh-musuh Islam senantiasa mengintai, mengawasi, dan memburu setiap pergerakan yang menjunjung panji-panji Islam dalam rangka menimpakan makar terhadap agama ini. Karena itu sangat patut kiranya dilakukan kajian, napak tilas dan mengambil pelajaran. Beratnya tugas dan besarnya amanat mengharuskan kita untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam, pengalaman yang luas dan lebih kuat lagi dalam menghadapi tantangan-tangan dimasa sekarang.
Ini akan menjadi suatu jalan untuk mempersatukan potensi orang-orang yang mukhlis, menghimpun gerakan-gerakan Islam yang tulus dan benar, melaksanakan hukum-hukum syari’at.
Maroji’
1. Mitsaq Amal Islami, Dr. Najih Ibrahim, Pustaka Al Alaq Solo
2. Al Jihad Sabiluna, Abdul Baqi Ramdhun, Pustaka Al Alaq Solo
3. Urgensi Amar Makruf Nahyi Munkar, Dr. Abdullah Azzam, Pustaka Al Kautsar Solo